Cinta memang sebuah hal yang tidak pernah habis untuk dibicarakan sepanjang zaman dan sejarah manusia, cinta memiliki arti dan perpektif yang berbeda-beda bagi setiap manusia, karena cinta telah banyak memenuhi dunia ini dengan warnanya masing-masing.
Karena alasan cinta kadang seorang bapak rela melihat anaknya bergelimang dosa dan kesalahan, karena alas an cinta kadang seorang suami membiarkan istrinya pergi kemana-mana dan berpakaian sesuka hatinya tanpa ada batasan, karena alasan cinta pula zina dianggap halal. Lalu mengapa cinta juga difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an? Cinta seperti apakah itu?
Jika antum menanyakan arti tentang sebuah CINTA kepada orang yang antum kenal, maka antum akan mendapatkan bermacam-macam jawaban, ada yang berkata “mencintai tak harus memiliki”, penulis katakan : lalu untuk apa kita mencintai sesuatu yang tidak bisa kita miliki? Apa hal demikian tidak akan hanya menyakiti hati kita saja, tak bisakah kita merasakan indahnya saling mencintai? Sehingga kekal cinta itu di dunia dan di akhirat kelak? Duhai manusia yang berakal bukankah telah jelas jawaban itu?
Allah Ta’ala berfirman : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :” ‘Hampir-hampir orang-orang kafir mengerumuni kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah tempayan.’ Seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu sangat sedikit?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Bahkan kalian saat itu banyak akan tetapi kalian bagaikan buih di atas air. Dan Allah benar-benar akan mencabut rasa ketakutan dari hati musuh kalian dan benar-benar Allah akan campakkan ke dalam hati kalian (penyakit) al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah yang dimaksud dengan al-wahn wahai Rasulullah?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Cinta dunia dan takut mati.’ (HR. Abu Dawud no. 4297, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3610)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan: “Allah memberitakan dalam dua ayat ini (Ali ‘Imran: 13-14) tentang keadaan manusia kaitannya dengan masalah lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat, dan Allah menjelaskan perbedaan yang besar antara dua negeri tersebut. Allah Ta’ala memberitakan bahwa hal-hal tersebut (syahwat, wanita, anak-anak, dsb) dihiaskan kepada manusia sehingga membelalakkan pandangan mereka dan menancapkannya di dalam hati-hati mereka, semuanya berakhir kepada segala bentuk kelezatan jiwa. Sebagian besar condong kepada perhiasan dunia tersebut dan menjadikannya sebagai tujuan terbesar dari cita-cita, cinta dan ilmu mereka. Padahal semua itu adalah perhiasan yang sedikit dan akan hilang dalam waktu yang sangat cepat.”
Lalu apakah CINTA itu?
Untuk itu mari kita mendengar perkataan Imam Ibnu Qayyim rahimahullah tentang definisi cinta : “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)
Hakikat dari Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.
Cinta yang Abadi, Cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Cinta yang sudah pasti terbalas, cinta yang tidak akan berbuah melainkan buah yang manis nan lezat, cinta yang tidak akan menyakiti pelakunya, cinta yang akan membuatmu tersenyum bahagia dari awal hingga akhirnya, cinta yang akan mampu mengantarkanmu tertidur dengan nyenyak dalam buaiannya di dunia, di alam kubur dan di akhirat kelak insya Allah. Yaitu cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (3/22) berkata: ”Sebagian salaf mengatakan bahwa suatu kaum telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada mereka : “Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)
Mereka (sebagian salaf) berkata: “(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai kalian’, ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, faidah dan buahnya adalah kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka kecintaan Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.”
Wahai saudaraku … Mari kita rasakan manisnya IMAN melalui CINTA
Bila demikian kondisinya, maka mendasarkan cinta kepada orang lain karena-Nya tentu akan mendapatkan kemuliaan dan nilai di sisi Allah Ta’ala, jika tidak maka cinta itu hanya akan mengalami kesia-sia-an belaka dan hanya sementara saja di dunia yang fana ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu : “Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam api (neraka).” (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)
Maka pahamilah wahai saudaraku, ini adalah sebuah resep yang sangat akurat karena berasal dari sumber yang shahih, maka tidakkan engkau ingin mencicipi manis dan lezatnya iman yang engkau miliki? Sudahkah engkau - wahai saudaraku – telah merasakan manisnya iman? Maka mengapa banyak yang enggan untuk mencoba resep ini?
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah Ta’ala) ada sepuluh perkara:
Pertama, membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.
Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala, menyaksikan dan mengetahuinya.
Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.
Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah Ta’ala
Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah Ta’ala turun (ke langit dunia).
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.
Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah Ta’ala ((Madarijus Salikin, 3/18, dengan ringkasan)
Beberapa macam CINTA
Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:
Pertama, cinta ibadah. Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits di atas.
Kedua, cinta syirik. Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
Ketiga, cinta maksiat. Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.” (Al-Fajr: 20)
Keempat, cinta tabiat. Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita.” (Yusuf: 8)
Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka cinta tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.
Hasil dari sebuah CINTA
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal. 110).
Wallahu musta’an
Oleh Andi Abu Najwa
http://www.facebook.com/profile.php?id=100000369211365&ref=ts#!/topic.php?uid=386975753355&topic=13720
Tidak ada komentar:
Posting Komentar