Al-Ustadz Ahmad Hamdani Ibnu Muslim
Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu-:
Kalian dalam perjalanan malam dan siang, umur-umur berkurang, amal-amal tercatat serta kematian datang dengan tiba-tiba. Siapa yang menanam kebaikan akan segera menuai kesenangan, siapa yang menanam kejelekan akan segera menuai penyesalan. Setiap penanam akan mendapatkan apa yang ditanam. Yang menjadi bagiannya tidak akan meleset darinya, dan ketamakan tidak akan meraih apa yang ditakdirkan. Siapa yang memberi kebaikan maka Allah –Subhanahu wa Ta’ala- akan memberinya kebaikan dan siapa yang menjaga diri dari kejelekan maka Allah –Subhanahu wa Ta’ala- akan menjaganya. Orang-orang yang bertaqwa adalah pemimpin, ahli fiqih adalah penuntun, dan duduk bersama mereka adalah tambahan (ilmu).
(Siyar A’lamin Nubala, 1/497)
Abu ‘Ubaidah -radhiyallahu ‘anhu- :
Ketahuilah, berapa banyak orang yang memutihkan baju tapi mengotorkan agama. Ketahuilah berapa banyak orang yang memuliakan dia sendiri padahal ia hina. Gantilah amal-amal jelek yang telah lewat dengan amal-amal baik sekarang! (Siyar A’lamin Nubala, 1/18)
Qubaishah bin Qais Al-’Anbari -rahimahullah-:
Adalah Adh-Dhahhak bin Muzahim bila datang waktu sore selalu menangis, lalu ia ditanya: “Mengapa kamu menangis?” Ia menjawab: “Aku tidak tahu apakah amalku naik (diterima disisi Allah –Subhanahu wa Ta’ala-) pada hari ini.” (Shifatush Shafwah, 4/150)
Al-Qasim bin Muhammad -rahimahullah-:
Kami pernah bepergian bersama Ibnul Mubarak dan banyak pertanyaan yang terlintas di benakku terhadap dirinya, apa yang menyebabkan lelaki ini dihormati hingga ia sangat populer di kalangan manusia? Jika ia shalat, puasa, jihad dan haji, kami juga shalat, puasa, jihad dan haji. Pada suatu perjalanan menuju Syam pada malam hari, kami makan malam di sebuah rumah. Tiba-tiba lampu mati. Seseorang berdiri mengambil lampu dan menyalakannya. Sejenak ia diam dan lampu menyala. Sesaat kemudian aku melihat wajah Ibnul Mubarak dan janggutnya basah dengan air mata. Batinku berkata: “Karena rasa takut itulah lelaki ini dihormati melebihi kami, barangkali ketika lampu dibawa, ia berjalan menuju kegelapan dan mengingat hari kiamat lalu menangis.” (Shifatush Shafwah, 4/140)
Ibnu Syaudzab -rahimahullah-:
Ketika Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- wafat, dia menangis. Ia ditanya mengapa menangis, ia menjawab: “Jauhnya perjalanan akhirat, sedikitnya bekal, dan perjalanan menanjak. Orang yang jatuh ke dalamnya bisa jadi jatuh ke dalam surga atau ke dalam neraka.” (Siyar A’lamin Nubala, 1/694)
(Dipetik dari Aina Nahnu Min Akhlaqis Salaf, hal 17-18)
Sumber:
Asy Syariah No. 4/1/Syawwal 1424 H/Desember 2003. Halaman 1.
http://akhwat.web.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar